Contest Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies - Page 2
Page 2 of 6 FirstFirst 1 2 3 4 ... LastLast
Results 16 to 30 of 76
  1. #16

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama : Suzana Rubihartaloka
    Email : Hidden Content
    Twitter : @suzanarubi
    Cerita :

    Keputusan terbesarku adalah memutuskan menikah di usia yang gak muda-muda amat sih. Waktu itu umurku sudah 24 tahun kurang sebulan. Di saat teman-teman yang lain sedang mengejar karir aku malah menikah dan segera punya anak. Dulu kepikiran untuk tunda punya momongan karena mau mengejar karir dan materi dulu. Dulu mikirnya kan enak kalo udah punya uang banyak, punya anak urusan sepele. Tapi jadi ingat teman kantor yang sudah tahunan menikah belum diberi keturunan juga.Sampai habis uangnya untuk periksa ke dokter hingga pengobatan alternatif. Aku jadi galau. Suami pun menasehati untuk segera punya momongan. Urusan karir, materi, dan rezeki lainnya sudah diatur tinggal bagaiman usaha kita mengetok pintu rezeki tersebut. Sekarang sudah ada dua anak. Satu lelaki, satu perempuan. Lengkap sudah kebahagiaanku. Setiap hari kami membaca buku bersama, bermain lego bersama, nyanyi bersama, membersihkan rumah bersama. jalan-jalan bersama, bermain sepeda bersama, dan banyak lagi. Kalau berpikir untuk bekerja lagi, masih sangat ingin bekerja lagi seperti dulu. Walaupun dari suami sudah sangat cukup, tapi sebagai wanita butuh eksistensi diri. Pernah satu tawaran pekerjaan yang cocok dengan bidangku aku tolak padahal sudah mendiskusikan gaji. Satu yang masih belum sreg : mengorbankan sebagian besar waktuku dengan anak-anak yang masih kecil, untuk bekerja. Aku jadi membayangkan diriku waktu kecil. Di mana mamaku dulu terlalu sibuk dengan bisnisnya dan urusan-urusan lainnya, sehingga aku merasa sendirian. Sudah. Aku tidak mau ada Suzan Suzan lainnya. Cukup aku saja yg merasakan betapa gak enaknya sendirian.
    Semoga aku bisa menjadi ibu yang baik dan anak-anak sayang dan bangga padaku.

  2. #17

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama: Syarifah Tika
    Email: Hidden Content
    Twitter: @tieqa
    Cerita:

    Journey To Be Happy Mommies

    Keputusan terbesar dalam hidup saya adalah memutuskan untuk mengakhiri masa lajang dimana keadaan dan situasi dalam keluarga sedang dalam masa yang rumit. Di tahun 2011, ayah meninggal dengan penyakit jantungnya dua hari setelah saya mengikuti interview pada perusahaan tempat ayah saya bekerja. Sebulan kemudian saya diterima bekerja di Jakarta seorang diri demi membantu biaya kuliah adik. Tepat dua bulan kemudian kekasih saya mengikuti jejak untuk bekerja di Jakarta.

    Di akhir tahun 2011 saya dan kekasih memutuskan untuk menikah, dengan berbagai macam penolakan dan alasan dari Ibu saya bermunculan, dari situasi yang masih dirundung duka atas meninggalnya ayah, pekerjaan saya yang belum settle, saya yang harus membiayai adik kuliah, sampai kekasih yang pekerjaannya masih belum mapan dengan gaji jauh dibawah saya. Dengan ikhtiar dan tawakal akhirnya saya resmi dipersunting kekasih menjadi istri di awal tahun 2012.

    Kehidupan saya dan suami masih adem ayem di awal. Sama-sama berusaha untuk meng-amini target pencapaian kami di tahun 2012, salah satunya adalah memiliki anak. Sudah 3 bulan kami bersama tapi hasil test pack selalu satu garis sehingga kami memutuskan untuk mengikuti program hamil. Dan tak disangka-sangka, dua minggu setelah kunjungan kami ke dokter kandungan, saya positif dinyatakan hamil. Betapa bersyukurnya kami berdua, kami diberi keberkahan dan rezeki yang sangat besar dalam hidup kami.

    Tetapi entah apa yang Allah SWT rencanakan, genap sebulan usia kandungan, kontrak pekerjaan suami tidak dapat dilanjutkan oleh pemilik perusahaannya. Saya pun menjadi tonggak ekonomi keluarga yang baru kami jalani ini dan harus bisa menyisihkan keuangan untuk biaya kuliah adik.

    Sudah 7 bulan suami menganggur, sementara kehamilan saya sekarang sudah hampir memasuki bulan ke 8. Kekhawatiran saya semakin bertambah, perdebatan pun sering tak terelakkan. Didasari pula karena saya berencana akan berhenti dari pekerjaan kantor tepat setelah maternity leave saya selesai. Pekerjaan yang saya lakukan demi mengumpulkan pundi-pundi uang untuk hidup dan tabungan kami sudah semakin menumpuk dan membuat saya semakin stress, dari deadline freelance ilustrasi buku, desain kaos yang belum diselesaikan, jahitan pesanan sepatu bayi untuk dijual yang menumpuk, sampai pekerjaan dikantor. Di masa kehamilan ini, di saat keadaan yang dapat membuat saya stress justru harus saya lupakan agar tidak menjadi beban pikiran yang mempengaruhi janin.

    Perjalanan saya untuk menjadi seorang Ibu yang bahagia adalah dengan terus berdoa dan berusaha agar pengorbanan ini akan dibayar setimpal bahkan lebih oleh Yang Maha Kuasa.

  3. #18

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama : Retno Utami Putri
    Email : Hidden Content
    Twitter : Hidden Content
    Cerita

    Keputusan terbesar dalam hidup saya adalah "Menikah dengan Laki-laki yang baru saya kenal selama 18 hari"
    Setelah beberapa calon suami yang saya sodorkan ditolak oleh Bapak akhirnya saya setuju untuk diperkenalkan dengan pilihan Bapak.
    Kami bertemu pada tanggal 1 Oktober 2008, setelah melalui pembicaraan antara kami berdua dan juga keluarga akhirnya kami meutuskan untuk menikah 18 hari kemudian tepatnya pada tanggal 19 Oktober 2008.

    Satu hari sebelum hari H, Bapak bertanya kepada saya;
    apakah puput benar-benar bersedia menikah?tanpa terpaksa?
    Klo memang puput terpaksa, Bapak bersedia membatalkan. Bapak lebih baik malu kepada semua orang dari pada mengorbankan kebahagiannya puput.
    Hidden Content
    Saya menikah demi kebahagiaan kedua orang tua saya, dan atas kepercayaan bahwa insya allah pilihan mereka adalah yang terbaik. Walopun berat, harus menikah dengan laki-laki yang saya hanya tahu nama dan umurnya, bukan lelaki impian saya, juga dengan pesta pernikahan yang sekedarnya.

    Alhamdulillah sudah 4 tahun berlalu, saya amat sangat bahagia dan tidak menyesali keputusan yang telah saya ambil. Karena walaupun dia bukan lelaki impian saya ternyata kebahagiaan yang dia berikan melebihi apa yang pernah saya impikan, apalagi dengan kehadiran dua jagoan kecil kami.
    Last edited by piyut; Dec 18, 2012 at 11:12 PM.

  4. #19

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default

    Nama:
    Cicih kurniasih
    Email:
    Hidden Content .id
    Twitter
    : @Chibebbo
    Cerita:

    . Setelah menikah saya ikut suami di purwakarta,suami msh kerja serabutan,lalu saya krja di pabrik sepatu cuma tahan 3 minggu . Bulan berikutnya saya telat haid & pas tespack ternyata positif,spontan saya menangis & bilang gamau hamil, saya takut banget yg namanya melahirkan .
    Pas usia kehamilan 3 bln saya & suami ke rumah orang tua saya di tangerang, alhamdulillah ada kerjaan buat suami .
    Bulan berganti bulan perut makin membesar,mulai merasakan denyut jantung,kedutan,hingga tendangan dari bayiku . merasakan semua itu hatipun bahagia & terharu, tidak lupa saya coba menghilangkan ketakutan tentang melahirkan. Makan bergizi tiap hari, saya pun rajin jalan pagi,nungging,banyak gerak supaya posisi bayi bagus .
    Alhamdulillah 19 juli 2012 saya melahirkan putri pertamaku . Lega rasanya tapi perjuangan tidak berhenti disitu,saya harus memberikan ASI eks. Untk buah hatiku, begadang tengah malam ketika minta ASI, ganti popoknya, Rasa ngantuk,lelah ku lalui karna bahagia melihat buah hatiku .
    Itulah pengalamanku menjadi seorang ibu,semoga aku bisa menjaganya,memberikan yg terbaik untuk kehidupannya. .amin

  5. #20

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama: Nova Siregar
    Email: Hidden Content
    Twitter : @Nova_Siregar
    Cerita: Absolutely I'm a happy Mom.....
    Setelah menikah, saya memutuskan pindah tugas ke kota dimana suami bekerja. wah sulit sekali... pisah dengan teman-teman lama yang kocak-kocak... Tapi itu harus saya lakukan demi satu rumah dan satu dapur dengan suami. Setelah pindah tugas ikut suami, saya harus berusaha mencari kantor yang dekat dengan lokasi rumah. Karena saya masih punya anak kecil dan tidak memiliki pembantu atau baby-sitter. Jadi saya terpaksa menitip anak saya. Demi si buah hati saya terpaksa bolak balik kantor-rumah kantor-rumah untuk melihat keadaan si kecil. Begitulah keadaannya berjalan sampai saat ini hampir 3 tahun saya berumahtangga. Saat ini saya sedang dianugerahkan kehamilan oleh Tuhan jadi semakin banyak tanggung jawab saya. Saya harus mengurus rumah tangga, suami, anak, dan calon bayi yang sedang dalam kandungan di tengah-tengah kesibukan saya di kantor. Tetapi saya bangga dan bahagia memiliki suami yang mau membantu saya, anak yang pintar dan sehat serta pekerjaan saya di kantor pun berjalan dengan baik. Semoga keluarga kecil ini selalu dilindungi dan diberkati Tuhan selalu... Dan saya bisa jadi istri dan Ibu yang baik buat keluarga saya sampai akhir hayat saya. Amin...

  6. #21

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama : Ayu Dwi Lesmana
    Email : Hidden Content
    Twitter: Ayoeku
    Cerita:
    Keputusan terbesarku sebagai seorang mommy mungkin pernah juga diambil oleh mommy yang lain.Meskipun demikian, aku dapat memetik buah manis dari keputusanku tersebut.

    Cerita bermula saat harus menemani suami belajar di negeri tetangga Australia dua tahun silam, kala itu aku harus mengambil keputusan terbesar dalam hidupku. Maklumlah saat itu aku dihadapkan pilihan berat, antara meninggalkan keluargaku di Indonesia ataukah aku harus menemani suamiku belajar di negeri orang.


    Keputusan yang akan kuambil cukup berat karena ketika itu aku sedang hamil 5 bulan. Dahulu aku rela meninggalkan pekerjaanku sebagai pegawai swasta selepas menikah untuk keluargaku. Kini keputusan besar kembali harus kuambil. Maklumlah laiknya ibu hamil tentunya aku juga mengharapkan dukungan dari keluarga terdekat, namun aku ingin dekat dan menemani suamiku. Akhirnya setelah berfikir masak-masak bismillah akhirnya kubulatkan tekadku, untuk terbang menemani suami ke negeri Kangguru walaupun aku dalam kondisi mengandung.


    Walhasil, selama kehamilanku di negeri orang, aku mengurus segala sesuatunya berdua tanpa bantuan sanak saudara. Hingga saat putraku lahir di Australia, aku mengurus persalinan, hingga merawat buah hatiku berdua bersama suamiku.


    Luar biasa beban berat yang ada dipundakku. Aku teringat saat detik-detik kelahiran anakku, dimana hanya suamiku yang menemaniku. Kalut dan perasaan penuh kecemasan aku alami karena peristiwa ini merupakan pengalaman pertama dalam hidupku yang tidak akan aku lupakan. Ketika kebanyakan mommy penuh suka cita menyambut kehadiran buah hatinya ditemani oleh sanak keluarga, tidak demikian yang kualami. Semua kulalui berdua bersama suamiku yang disela-sela waktunya harus belajar menyelesaikan kuliahnya. Hingga putraku berusia 6 bulan aku dan suamiku bahu-membahu merawatnya.


    Sekembalinya di tanah air, beban berat itu terasa terbayarkan dengan perasaan suka cita saat pertama kalinya anakku bertemu dengan neneknya. Sungguh pengalaman mengharukan sekaligus membuka mataku dibalik keputusan terbesarku sebagai seorang mommy. Aku banyak belajar sebuah arti kemandirian dan kesabaran untuk menjadi seorang mommy bagi putraku tercinta.*

  7. #22

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Vonny
    Hidden Content
    @grosirbayi
    Keputusan terbesar dalam hidup saya ialah saat memutuskan untuk menjadi stay at home mom setelah kelahiran anak saya.
    Sebelum punya anak, saya bekerja kantoran dari pagi sampai sore, mendapat penghasilan yang lumayan.
    Setelah melahirkan anak saya, suami saya mengatakan agar saya di rumah saja untuk merawat anak.
    Awalnya saya menolak, namun setelah diskusi bersama, akhirnya saya memutuskan untuk tidak bekerja kantoran lagi dan tinggal di rumah untuk merawat anak.
    Lalu saya memutuskan untuk mencoba berjualan online, karena saya terbiasa menerima gaji bulanan dr kantor sebelumnya, jadi merasa tidak enak kalau tidak bisa menghasilkan uang sama sekali.
    Bulan-bulan pertama berjualan online,saya nyaris menyerah karena jualan tidak laku, ingin sekali kembali bekerja kantoran, namun suami saya menyemangati saya supaya tidak menyerah.
    Akhirnya setelah jalan setahun, kerja keras saya membuahkan hasil, jualan online saya mulai berkembang, pelanggan mulai banyak, dan kian lama penghasilan saya bertambah besar, melebihi gaji terakhir saya sebagai pegawai kantoran.
    Ternyata dengan memutuskan untuk menjadi stay at home mom, saya tetap bisa menghasilkan uang, disamping pekerjaan utama saya mengurus anak dan rumah tangga, dan yang paling penting, saya bisa mengikuti terus perkembangan anak saya.

  8. #23

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama:Amelia Ruth Wibowo
    Email:Hidden Content
    Twitter:AdMeLion
    Cerita:Saya akan menjadi ibu yang sangat bahagia jika saya bisa selalu bersama&bersatu dengan suami juga anak saya.Mereka adalah keluarga kecilku yang membuat saya bahagia.Saya memutuskan untuk bekerja online sambil mengasuh anak,jadi saya bekerja online&mengasuh 1 anak tanpa pembantu,hal yang susah buat ibu2 lain,tapi bagi saya inilah keindahan saya menjadi seorang ibu yang sangat bahagia..

  9. #24
    Resident nekotsuki's Avatar
    Join Date
    Jul 11, 2011
    Posts
    414
    Mentioned
    76 Post(s)
    Tagged
    0 Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Dila Ariestiani
    Hidden Content
    @miminyaathar

    Keputusan terbesar ku adalah melawan keinginan orangtua dan mertua untuk tetap bekerja dikantoran dan memilih untuk bekerja Freelance sekaligus Ibu rumah tangga
    Setelah menikah, sebulan kemudian aku hamil dan saat itu masih bekerja di Event Organizer. Suami, mertua dan orangtua menyemangati untuk aku tetap melanjutkan bekerja di perusahaan ini, karena pendapatannya cukup besar
    Tapi didalam hati nurani, semenjak menikah aku lebih ingin menjadi Ibu Rumah Tangga, aku ngga mau lagi menjalani apa yang ngga aku inginkan. Begitu anakku lahir, selama 40 hari pertama aku berada dirumah orangtua dan disitulah aku menyatakan keputusanku untuk berhenti bekerja, sejujurnya saat itu suami juga kurang setuju dan aku juga sempat merasa bersalah, suami lebih senang jika aku bekerja dikantor dibanding menjadi Ibu Rumah Tangga. Tapi berkali – kali aku berusaha untuk membicarakan mengenai keputusan yang datangnya dari hati nurani bukan cuma sekedar keputusan mengikuti emosi tapi sudah dipikirkan masak – masak.
    Ibu dan Ibu mertuaku sama-sama wanita karir, mereka sangat kecewa dengan keputusanku bahkan aku juga sempat beradu pendapat dengan Ibu dan juga Bapak yang sedang sakit Jantung, aku dianggap menyiakan Ijazah S1, membuang kesempatan dan jenjang karir serta pendapatan dari Freelance yang ngga menentu. Kadang aku juga berpikir apakah keputusanku salah dan menyakiti banyak orang yang peduli padaku? Tapi istri kakak ipar justru mendukung keputusanku karena baginya apapun yang seorang Ibu putuskan demi keluarganya tentu keputusan yang baik, yang penting aku sudah bersiap menghadapi konsekuensinya
    Setelah itu kami keluar dari rumah orangtua dan mengontrak sendiri, mulailah aku mengurus rumah sendiri sambil menulis dan meluaskan jaringan. Alhamdulillah pekerjaanku cukup lancar, dari mulai menulis artikel sampai menulis skenario film. Aku menanamkan dalam hati kalo aku PASTI BISA!
    Keputusan kedua, adalah memutuskan untuk memberikan anakku ASIX tanpa susu tambahan, kedua “ibu”ku yang pro sufor dan ngga percaya kalo ASI saja cukup untuk bayi sampai 6 bulan, kembali beradu pendapat, sindir menyindir sampai akhirnya mereka menyerah, mencoba memahami apa itu ASI esklusif melalui artikel yang aku kumpulkan baru support setelah cukup teredukasi, dan syukurlah ASIku lancar walau sempat mengalami tekanan batin karena ngga ada yang support untuk menyusui selain keyakinan diri kalo yang aku lakukan benar
    Aku memang keras kepala dan ngga gampang menyerah, tapi kalo aku ngga sekeras ini rasanya aku ngga akan berani memutuskan apa yang terbaik bagi hidupku dan siap menjalani baik buruk dari keputusanku. Dan aku bahagia dengan keputusan yang aku ambil, no regret! Hidden Content
    Aku juga bersyukur memiliki suami yang open minded, pengertian dan selalu support. Tanpa dukungannya aku ngga mungkin bisa sekuat ini Hidden Content
    ~ Milk Tea Addict ~

  10. #25

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama:Esti
    Email:Hidden Content
    Twitter: mirzashoper
    Cerita:
    Sebenarnya buanyak keputusan atau langkah mantap yang saya ambil dari awal memutuskan untuk menikah sampai menjalanin hidup sebagai FTM dengan 2 jagoan kecilku.Keputusan yang paling besar dan berani saya adalah saat menentukan suami yang saya kenal dari dunia maya. Dulu jaman friendster mulai saya kenal dengan suami inipun dikenalkan kakak ipar saya yang hoby online. Memang saat itu usia saya sudah tidak belia lagi 34 tahun tetapi bukan karena umur yang kelewat matang makanya saya memilih dia sebagai suami karena yang sebelumnya tidak berjodoh dengan diriku. Sebagai orang Jawa yang selalu mengiang-ngiang bibit,bobot,b...b... yang lain sangat lekat di telinga ternyata ngaruh juga padaku,makanya saya minta kepada calon suami untuk menunda pernikahan minimal setahun dan menjalanin long distance Jakarta Bandung yang lumayan deket.Alhamdulilah kami cocok dan saya bisa menerima permintaan dia untuk berhenti bekerja dan full mengurus anak-anak sendiri.Saat-saat awal memang sering uring-uringan karena biasa klayapan eh sekarang sering dirumah tetapi setelah mempunyai 2 jagoan kecil ini rasanya kurang waktu sehari 24jam karena dari mereka bayi sampai sekarang saya yang mengurus mereka karena belum percaya dengan art kami. Ternyata dengan mengurus mereka sendiri banyak sekali manfaat buat saya suami terutama anak-anak.Alhamdulilah saya menemukan jodoh yang bisa membimbing saya, memberi pengertian kepada saya betapa besarnya manfaat untuk menjadi FTM dan menjadi suami terbaik bagi kami. Alhamdulillah ...........

  11. #26

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama: Nurul Rahmawati
    Email: Hidden Content
    Twitter: @nurulrahma
    Cerita:

    Karir melesat. Gaji berdigit-digit. Rupiah menggerojok. Terbang dari satu event ke event lain. Ber-haha hihi dan party sampai pagi. Gaul tingkat tinggi.

    Semua itu adalah ambisi yang terwujud jadi nyata, manakala usia saya menginjak bilangan 25 tahun. Berkarir sebagai seorang media relations di sebuah perusahaan multinasional, saya menjelma menjadi seorang wanita karir dengan segebok impian dan asa.

    Hingga kemudian, sebuah destiny menghampiri. Saya menikah. Tak lama berselang, saya jadi seorang mommy.

    Kedua mata yang begitu bening dan syahdu, kulit lembut, tangis yang (kadang) memekakkan telinga mewarnai dunia baru saya.

    I'm a newbie mommy....
    Tak mampu saya susui anak saya. Tak saya lakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Saya
    konsumsi segala daun katuk, suplemen pelancar ASI...Saya pijat organ tubuh produsen ASI... Alhamdulillah, Menginjak usia 4 bulan, my baby boy bisa menyusu langsung pada saya.
    Dan, bonding kami berdua semakin kuat. Tiga bulan masa cuti betul-betul "an amazing party" buat saya.

    Every party has its end.
    Cuti melahirkan saya selesai.
    Saya harus kembali dalam pusaran karir dan hiruk-pikuk working mom yang melenakan sekaligus melelahkan.

    Business travelling ke Padang, Medan, Palembang, Menado, Jogja....
    Berkantor di Jakarta meanwhile anak harus saya titipkan ke utinya...

    Apa kabar ASI saya?
    Ughh, saya peras dengan tanpa rasa.
    Lalu saya buang ke wastafel hotel.
    Itu ASI.
    Makanan anak saya.
    Sumber gizi bayi saya.
    Buah hati saya.
    Mata bening itu...
    Tiba-tiba kedua mata yang amat bening itu....
    Hadir dalam mimpi-mimpi saya...
    Seolah-olah menjadi "talking point" dan menghiasi "press release" di setiap media briefing yang saya lakukan....

    Mata bening itu...
    Seolah meminta saya, ibundanya, yang telah hamil dan melahirkan dia, untuk kembali pulang.
    Menyusui dia.
    Menyayangi dia
    Mencintai dia dengan segenap jiwa.
    Bukan dengan sisa-sisa tenaga.

    Mata bening itu....
    Aku sambut celotehannya.
    Kukebiri ambisi yang seolah tiada henti....
    Aku sambut amanah Sang Maha Kuasa...

    Bahwa, Adkhilni Mudkhola Sidqi, seorang bayi dengan kedua mata yang begitu bening... adalah sebuah wujud nyata bahwa Tuhan percaya saya bisa menjadi ibu yang baik untuknya....

    Kini, saya menikmati hari yang begitu indah dengan Sidqi. Saya tetap bekerja. Di sebuah institusi lokal, dan bertanggungjawab untuk menjadi redaktur majalah yang berfokus pada peningkatan kualitas keimanan sekaligus islamic parenting. InsyaAllah, walaupun secara duniawi, saya mengalami degradasi; tapi saya meraup sejuta bahagia yang tak terperi.

    Saya tetap bisa mengaktualisasikan apa yang saya bisa.
    Namun, anak tetap prioritas, dan kami senantiasa bersama, tak perlu lampaui rintangan dan jarak yang melemahkan asa.

    I'm proud to be happy mommy.
    And I believe, my "center of universe" should be more proud of me :-)

  12. #27
    Elite Citizen me222's Avatar
    Join Date
    May 3, 2012
    Posts
    2,835
    Mentioned
    15 Post(s)
    Tagged
    0 Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama : Berta
    Email : Hidden Content
    Twitter : @me222
    Cerita:
    Keputusan terbesar saya adalah menjadi seorang Mommy...
    yap...gak mudah menjadi seorang Ibu aka Mommy dgn setiap riak dan gelombang kehidupan...

    Menikah diusia 21 tahun dan langsung punya anak...dimana saat itu saya sudah bekerja dan lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal...setelah anak lahir saya memutuskan untuk berhenti dgn alasan ingin merasakan bagaimana sesungguhnya menjadi seorang Ibu... dari saya lahir orang tua saya sibuk dengan usaha mereka sehingga saya adalah anak asuhan ART dan tante...So saya mau anak saya adalah anak saya dan suami sesungguhnya...apalagi ini anak pertama...

    Anak pertama laki-laki lahir dengan hydrokel (cairan pada scrotum)...shg harus dioperasi pada usia 2 tahun... miris rasanya melihat anak usia segitu namun sudah harus masuk ruang operasi...but yes as a Mom harus tetap kuat buat anaknya...belum beban biaya operasi yang lumayan bagi kami karena tidak ditanggung oleh asuransi dari tempat suami bekerja.

    Sampai anak usia 3 tahun saya memutuskan untuk kembali bekerja.

    Saat hamil anak kedua hasil TORCH menunjukkan positif Tokso...saya menangis setelah tau dampak tokso terhadap janin...keputusan bulat... apapun yang terjadi janin akan tetap dipertahankan... untung doktor kedua memberikan pandangan2 yang menguatkan... setelah lahir darah plasenta langsung diambil untuk mengecek kandungan tokso dan positif...tak ada yang bisa dilakukan hanya berharap dan berdoa...saat bayi perempuan kami 1 bulan maka harus kembali cek darahnya untuk diperiksa kandungan Tokso dan hasilnya tetap positif walau kadarnya tidak terlalu tinggi...shg kami tetap harus H2C alias harap-harap cemas dampak apa yang mungkin terjadi pada bayi kami...syukur sampai saat ini anak saya sehat walau sudah harus menggunakan kacamata di usia dini...yap dampak tokso memungkinkan terjadinya kelaianan pada mata..

    Belum cukup dipercaya 2 anak, Tuhan memberi bonus anak ketiga..hamil dan lahir dengan normal...kembali kami harus menyambangi RS bukan untuk hanya sekedar imunisasi, tapi karena anak ketiga kami mengalami cacat jantung bawaan......saat periksa ke dsa di usia 1 minggu dokter sudah menuliskan kelainan bunyi detak jantung di buku kontrol tapi tidak memberitahukan kepada kami selaku orang tua, untung dsa kedua yang kami kunjungi langsung menginformasikan hal ini dan merujuk ke RS Jantung Harapan Kita...sekali lagi air mata harus jatuh...antri RS yang berjam2 bahkan hampir setengah harian sambil membawa bayi mungil yang menunggu untuk diperiksa dengan hasil yang jelas didepan mata terdapat lubang pada bilik jantung dan katup kurang sempurna...tidak ada obat yang bisa diberikan...tidak ada yang bisa dilakukan selain operasi dan itupun tetap dengan resiko...apalagi untuk bayi sekecil itu...belum dana operasi ratusan juta yang tidak kami miliki....tak dapat berbuat apa2 maka kami cuma bisa berdoa dan berharap dengan seiring pertumbuhannya semoga lubang tersebut bisa menutup.....Yap cuma dengan doa dan harapan...sekian tahun dengan hati kecil yang sering dag-dig-dug...apalagi anak ketiga kami laki2 dan termasuk aktif...bagaimana kalau dia berlari dan kecapekan sementara supply oksigen di darah kurang sempurna, darah yang mengandung O2 dan CO2 bisa bercampur dan mengganggu sistem di dalam tubuh...yes sebegitu banyak kemungkinan yang tidak bisa kami lihat dengan kasat mata tapi tetap mungkin terjadi...akhirnya dengan tekad kami beranikan kembali untuk periksa ke ahli jantung....Puji Tuhan untuk mukjijatNya...biliknya menutup...profesor yang memeriksa pun sampai terperangah tidak percaya. mnrt beliau scr normal tidak mungkin menutup..setengah jam waktu beliau habiskan untuk observasi...kami pun kaget bercampur senang...mata kami yang dulu melihat celah yang bolong itu... mata kami pun yang melihat celah itu sudah tidak ada.. walau kami tetap harus menerima bahwa katupnya tetap tidak sempurna..

    Tuhan sungguh baik dengan semua hal yang harus kami alami...anak2 kami termasuk anak2 yang sehat, tidak terlalu merepotkan orang tua dan mandiri...

    setiap tetes air mata dan keringat yang pernah jatuh tergantikan oleh senyum dan tawa anak2ku....itulah kebahagiaanku

    dan saya masih menjalani pilihan terbaik saya sebagai seorang Ibu sampai umur saya habis di bumi ini...Yes a Happy Mommy

    Love you all My Archangel
    Last edited by me222; Dec 20, 2012 at 10:26 AM.

  13. #28
    Lurker
    Join Date
    Feb 9, 2012
    Posts
    3
    Mentioned
    1 Post(s)
    Tagged
    0 Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama: Devi Effendi
    Email:Hidden Content
    Twitter: ibunya3krucils
    Cerita:
    Keputusan 1 :Menikah di usia muda meskipun belum selesai studi dan masih magang disalah satu perusahaan. Setelah menikah harus mengikuti suami kemanapun suami pergi. Terkadang harus menahan kangen kepada orang tua karena sudah lama tidak berjumpa. Keputusan 2: memberikan ASI eksklusif kepada anak ketiga, dimana anak pertama dan kedua gagal memberikan ASI. Sempat ada pertentangan antara orang tua mengenai ASI eksklusif, tp alhamdulillah semakin lama orang tua semakin mengerti. Keputusan 3: dilema antara WM dan FTM. Masalah PRT yang kerap sekali muncul, membuat saya semakin dilema mengenai peran saya sebagai seorang ibu dari anak2 saya. apalagi saat saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan di kantor, anak saya dititipkan di rumah kerabat. itu membuat saya semakin sedih merasa tidak baik sebagai seorang ibu. Tp semakin sering menghadapi masalah PRT, semakin membuat saya dan anak2 serta suami semakin kuat dan tangguh dalam menghadapi kondisi tidak menyenangkan.
    Last edited by devi_effendi; Dec 20, 2012 at 12:46 PM. Reason: less than 100words

  14. #29

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama: Indriani Natalia
    Email: Hidden Content
    Twitter Account: @NathalieIndry
    Cerita:
    Ada banyak fase dalam hidup yang sudah terlewati saat saya terbangun dan menjadi seorang "Ibu". Menikah di usia 22 tahun dengan pasangan beda usia 7 tahun, kehilangan anak pertama, hamil kembali dan merelakan berhenti dari pekerjaan karena harus setengah mati menjaga kehamilan, melahirkan, menikmati waktu sebagai Ibu bekerja paruh waktu, menerima kehadiran seorang pengasuh, dan akhirnya menikmati waktu kebersamaan bersama si kecil, dengan hati yang lapang.
    Semua hal yang sudah terlewati ini, untuk saya adalah sebuah perjalanan, yang tidak bisa terulang atau kembali dijalani dengan cerita yang sama. Saya bertemu dan mengalami hal - hal (yang saya percaya) sesuai dengan kodratnya: Bertemu orang yang tepat, pada saat yang tepat, dan dalam situasi yang tepat.
    Lalu apakah semua ini, "My Journey to be Happy Mommies"? I guess so.
    Bahagia atau tidaknya saya saat ini, adalah hasil dari perjalanan sekian lama yang sudah terlewati bersama orang - orang terkasih.
    Dan apakah saya bahagia?
    Dengan sepenuh hati,
    Tentu sajaHidden Content

  15. #30

    Join Date
    Jan 1, 1970
    Posts
    0
    Mentioned
    Post(s)
    Tagged
    Thread(s)

    Default Re: Mommies Daily; Journey To Be Happy Mommies

    Nama: Dyah Pratitasari
    Email: Hidden Content
    Twitter: @pritazamzam

    Bahagia Tanpa Syarat

    Yogyakarta, pertengahan tahun 2007

    Saat itu, saya, Irwan, dan Vel dalam perjalanan pulang mudik dari Yogyakarta ke Jakarta. Vel sedang lelap tertidur dalam pangkuan, sedangkan Irwan mulai terkantuk-kantuk menunggu pesawat lepas landas. Kami tak saling bertegur sapa. Saya sedang kesal padanya. Entahlah, tanpa saya ketahui kenapa, saat itu saya merasa semuanya seperti serba salah.

    Setelah berdoa memohon keselamatan dan kelancaran dalam perjalanan, saya mengencangkan seat belt; milik Vel, dan milik saya sendiri. Dalam kantong kursi di hadapan saya, tersedia majalah perjalanan, brosur penawaran souvenir maskapai dan petunjuk keselamatan penerbangan. Ingin sekali rasanya membaca majalah perjalanan. Tapi dengan kerepotan memangku Vel yang tubuhnya tak bisa dibilang ringan lagi, akhirnya saya memilih untuk melihat ke luar pesawat melalui jendela sambil menunggu pesawat take off.

    Tak sampai sepuluh menit, terdengar suara pramugari mengumumkan bahwa pesawat akan segera bertolak ke Jakarta. Seperti biasanya, dua orang pramugari berdiri di bagian depan dan tengah pesawat, memperagakan petunjuk keselamatan penerbangan. Penjelasan mereka hanyasaya dengarkan sepintas lalu, sambil memandang ke luar jendela.


    “Ketika tekanan dalam kabin pesawat menurun, orangtua harus mengenakan masker oksigen sebelum memakaikan masker pada anaknya”.

    Sungguh, ini bukan kalimat yang pertama kali pernah saya dengar. Bahkan penjelasan yang lebih detilnya sudah bolak-balik saya lihat gambarnya dalam buku petunjuk. Tapi entah kenapa, baru kali ini tiba-tiba kalimat si Mbak pramugari itu membuat saya tercenung.


    Kalimat tentang masker oksigen itu saya ulangi beberapa kali dalam hati, sambil mencoba untuk mencerna, “Orangtua harus mengenakan masker oksigen sebelum memakaikan masker pada anaknya”. Saya bertanya-tanya, mengapa harus orangtua dulu yang memakai masker? Bukankah anak lebih penting?

    Namun, saya tak kunjung mendapatkan jawaban. Entah karena masih terpengaruh rasa kesal, tubuh yang lelah atau justru otak saya yang sedang tak bisa berpikir. Akhirnya, saya putuskan saja untuk menyenggol lengan Irwan, “Sssstt…, Pa, kenapa sih masker oksigen justru harus orangtuanya dulu yang pakai, nggak kebalik tuh, aturannya?”

    “Kebalik gimana sih..”, Irwan menjawab dengan agak malas. Sudah mulai tertidur rupanya.
    “Yaaa, kok bukannya menolong anaknya dulu, baru menolong dirinya sendiri. Lha kalau yang pakai masker orangtuanya dulu, nanti kalau anaknya keburu nggak tertolong gimana?”

    Mungkin menganggap saya terlalu antusias, Irwan menarik nafas, lalu menyerongkan tubuhnya, “Gini deh Ma, logikanya sih orangtua harus menyelamatkan dirinya sendiri dulu untuk bisa menolong anaknya. Dalam kondisi yang sudah memakai masker (baca : dalam keadaan baik-baik saja), niscaya orangtua bisa menyelamatkan anaknya, kalau-kalau dalam hitungan sepersekian detik setelahnya terjadi apa-apa. Sebaliknya, dalam keadaan tanpa masker, lalu kita mencoba menyelamatkan anak , belum tentu kita dan anak kita selamat. Siapa tahu, belum sempat memakaikan masker, keburu terjadi apa-apa. Masker untuk anak tak jadi terpasang, kita juga sudah keburu kehabisan oksigen. Kalaupun anak sudah memakai oksigen, dia belum bisa menolong dirinya sendiri dan orangtuanya jika memerlukan tindakan lanjutan. Nah, malah bisa korban dua-duanya, kan?”.

    Mendengar penjelasan Irwan, dahi saya mengernyit. Irwan melirik reaksi saya sekilas, lalu berkata lagi. “Gini aja deh Ma.. bukankah kita baru bisa melakukan sesuatu untuk orang lain saat kita sendiri merasa dalam keadaan baik? Coba kalau kita lagi kesal, boro-boro bikin orang lain tertawa, bikin diri sendiri tersenyum aja susah banget kan?”

    Ups. Irwan menyindir saya. Tapi kali ini ucapannya banyak benarnya juga. Saya kembali terdiam. Otak saya terus memaksa untuk bermain logika. Itu tadi untuk urusan tertawa. Bagaimana dengan urusan bahagia ? Bahagia menjadi kata idaman saya sejak berkeluarga. Mungkinkah saya membahagiakan suami dan Vel, jika saya sendiri belum merasa bahagia? Lalu, sudah menjadi ibu yang bahagiakah saya saat ini ??

    Saya sering merasa sebal, kesal, jengkel hanya gara-gara hal-hal yang terjadi sehari-hari. Mulai dari pekerjaan rumah tangga yang tak kunjung habis, Si Mbak yang salah mengartikan instruksi tugas, Vel yang sedang suka menarik dan membuang barang ke lantai, suami yang hobi meletakkan barang sembarangan… Buat saya yang perfeksionis ini, hal-hal tadi harus saya bereskan sendiri. Namun sayangnya, kerepotan saya tadi efeknya malah jadi lebih parah. Saya makin bete karena lelah, dan ujung-ujungnya… merasa tak punya waktu untuk diri sendiri.

    Yup, waktu untuk diri sendiri. Mungkin ini kuncinya. Seringkali, dengan sikap perfeksionis itu, saya sering “memaksakan diri” melakukan semua hal secara sempurna. Yah, dengan idealisme seorang ibu baru, saya memang berusaha sekuat tenaga mengasuh dan mendidik Vel dengan tangan saya sendiri. Saya juga terobsesi oleh almarhum Mama yang saya pandang begitu hebat melayani papa dan mengurus rumah tangga. Saya ingin memperhatikan setiap detil kebutuhan keluarga, suami dan malaikat kecil saya. Rupanya itulah letak kesalahannya. Saya lupa, saya juga manusia yang butuh ruang untuk diri sendiri, sekedar untuk menarik nafas dan menikmati apa saja yang telah saya peroleh setiap hari.

    Saya sudah lupa kapan terakhir kali menikmati gosokan scrub, suatu hal yang menjadi ritual setiap akhir minggu saat masih lajang dulu. Saya sudah lupa kapan bisa menikmati kopi di pagi hari tanpa berpikir sebentar lagi Vel bangun. Saya sudah lupa kapan terakhir kali berjalan-jalan ke toko buku sendirian tanpa cemas memikirkan Vel meski ia di rumah bersama suami. Saya juga sudah lupa kapan terakhir kali bertemu dengan teman-teman lama, sekedar hang out ataupun ngumpul bersama, karena berpikir ini sudah “bukan waktunya lagi”. Saya lupa, bahwa diri saya sendiri juga butuh perhatian.

    Ya, rasanya itulah sebab saya sering merasa ada rongga-rongga jiwa saya yang kosong. Rasanya, karena itu juga saya jadi mudah kesal, mudah bete, bahkan mudah marah pada suami dan Vel, hanya gara-gara hal kecil. Masih lekat dalam ingatan ketika saya pernah berteriak dan mencubit tangan mungil Vel hanya karena ia meremas roti dan menggosokkan remahannya ke lantai. Masih ingat pula, bagaimana saya membentak Vel, hanya karena ia melepeh makanan yang saya suapkan. Masih banyak yang bisa saya ingat, hal-hal yang sebenarnya tak perlu terjadi, jika saya bisa menguasai diri.

    Pandangan saya masih mengarah ke luar jendela ketika menyadari pesawat akan mendarat sebentar lagi. Mata Vel berkedip-kedip bangun. Saya menatapnya penuh kasih. Sepenuh tekad baru untuk merevisi cara membuat orang-orang tercinta saya menjadi bahagia. Ternyata, bukan dengan mengurusi setiap hal kecil “sesempurna mungkin”, hingga tanpa sadar “mengorbankan” diri sendiri. Namun, dengan memperlakukan setiap hal secara bijaksana, sesuai kemampuan, dan porsinya masing-masing. Ada waktunya, ketika menemukan beberapa hal tak sesuai dengan isi kepala, ya… dinikmati sajalah... Hidden Content

    Lagipula kalau dipikir-pikir lagi, “kerepotan” semacam itu justru akan menjadi kenangan terindah yang paling saya rindukan, kelak ketika Vel beranjak dewasa. Ketika ia meninggalkan rumah bersama suaminya. Juga, ketika rumah menjadi bersih, tanpa ada setitik pun noda sisa ia makan coklat atau bermain tanah liat.

    ....

    Belajar dari pengalaman tersebut, saya resmi mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup:

    tidak berusaha menjadi sempurna.

    Namun mengupayakan yang terbaik, lalu MEMILIH UNTUK BERBAHAGIA. Apapun kondisinya Hidden Content
    Last edited by pritazamzam; Dec 20, 2012 at 03:47 PM.

Page 2 of 6 FirstFirst 1 2 3 4 ... LastLast